Kentongan besar di Tosari, Pasuruan, Jawa Timur pada 13 Juli 1900. (Sumber Foto: COLLECTIE TROPENMUSEUM) |
INDEPHEDIA.com - Di era sekarang ini, alat komunikasi telah berkembang pesat, jauh melebihi batasan pemikiran sebagian besar manusia.
Ketiadaan batasan ruang dan waktu membuat orang menciptakan beragam penemuan yang lebih praktis dan lebih luas jangkauannya.
Di zaman yang modern ini, orang-orang sudah berkomunikasi dengan beragam alat komunikasi, seperti halnya handphone maupun media sosial.
Tahukah kamu bagaimana caranya orang zaman dulu berkomunikasi untuk menyampaikan maksud, tujuan dan lain sebagainya?
Selain menyampaikan dari mulut ke mulut, cara orang dulu berkomunikasi, di antaranya dengan kentongan/kentungan dan bende/canang (gong kecil).
Agar tidak gagal faham, Indephedia.com merangkum apa itu kentongan/kentungan dan bende/canang sebagai sarana komunikasi orang zaman dulu.
Kentongan/Kentungan
Sumber Foto: ANTARA |
Kentongan/kentungan sering diidentikkan dengan alat komunikasi zaman dahulu yang sering dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di daerah perdesaan/perkampungan dan pergunungan.
Kentongan merupakan alat pemukul yang terbuat dari batang bambu maupun kayu yang di bagian tengahnya dilobangi untuk menimbulkan suara.
Dari lubang itu akan keluar bunyi-bunyian apabila dipukul. "Tung, Tung, Tung" demikian kira-kira bunyinya. Makanya dinamakan dengan kentungan/kentongan.
Di bagian atas kentongan/kentungan biasanya diberi lobang dan tali yang berfungsi untuk menggantungnya.
Biasanya, kentongan dilengkapi dengan sebuah tongkat pemukul yang sengaja digunakan untuk memukul bagian tengah kentungan untuk menghasilkan suara.
Kegunaan kentongan, antara lain sebagai tanda alarm, sinyal komunikasi jarak jauh dan tanda bahaya.
Kemudian, kegunaan kentongan lain, yakni pendamping ronda malam, memberitahukan adanya pencuri dan pertanda lainnya.
Bahkan, sebelum pengeras suara masif digunakan tiap-tiap masjid, kentongan dan beduk menjadi penanda paling sering digunakan untuk memanggil kaum muslimin melaksanakan shalat.
Kentongan dibunyikan dengan irama yang berbeda-beda dan keras untuk menunjukkan kegiatan atau peristiwa yang berbeda sesuai maksud pembunyiannya.
Dari irama yang ditimbulkan, pendengar akan paham dengan sendirinya pesan yang disampaikan oleh suara kentongan itu.
Biasanya, kentongan zaman dahulu berada di tempat-tempat penting, seperti di balai kampung, rumah kepala lurah/pesirah atau RT/penggawa/penggawo, masjid atau tempat ibadah dan tempat lain.
Bende/Canang
Bende/canang merupakan gong kecil yang terbuat dari logam tembaga maupun plat besi yang dapat dijumpai di hampir seluruh kepulauan Nusantara, dari Sumatera hingga Maluku sampai Papua.
Di masa lalu, bende/canang biasanya digunakan sebagai penegas untuk memberikan penanda kepada masyarakat sebelum adanya informasi atau pengumuman yang hendak disampaikan.
Informasi atau pengumuman itu bisa meminta warga untuk berkumpul di balai kampung atau alun-alun, ajakan bergotong royong serta informasi lain dari penguasa setempat.
Bende/canang ini dibawa berkeliling desa/kampung/dusun dan dipukul sembari memberitahukan maksud dan tujuan dari pembunyian bende/canang tersebut.
Di Provinsi Sumatera Selatan misalnya, pembunyian bende dilakukan pada malam hari, ada orang yang bertindak sebagai juru pengumuman dan berkeliling desa/kampung/dusun.
Berikut kutipan pembuka pemberi informasi dalam bahasa Pegagan setelah bende/canang dipukul.
Tung, Tung, Tung (Bunyi suara bende/canang)
"Aneng suare bende, bajik laut, bajik darat warga dusun ikak."
Artinya:
"Dengar suara bende, baik laut, baik darat warga desa/kampung/dusun ini."
(Isi Informasi/Pengumuman)
Setelah pemberi informasi menyampaikan isi pengumumannya kepada warga dengan cara berkeliling desa/kampung/dusun, orang yang bertindak sebagai pemukul kembali membunyikan bende/canang.
Tung, Tung, Tung (Bunyi suara bende/canang)
Demikian dua alat komunikasi yang sering digunakan orang-orang zaman dahulu. Kedua alat ini memiliki fungsi yang cukup relevan di zamannya untuk menyampaikan informasi atau pemberitahuan kepada masyarakat. (*)
No comments:
Write commentSiapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.