Kondisinya yang tertutup menjadi luput dari perhatian pemerintah, khususnya TNI. Keberadaan Lapangan Terbang Way Tuba baru terungkap pada tahun 1989, setelah ditemukan oleh Korem 043 Garuda Hitam di bawah pimpinan Danrem Kol. Inf. A.M. Hendropriyono.
INDEPHEDIA.com — Presiden Jokowi diwakili Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, Sabtu 6 April 2019, meresmikan penggunaan Pangkalan Udara Angkatan Darat (Lanudad) Gatot Subroto di Way Kanan, Provinsi Lampung, sebagai bandar udara komersial untuk kepentingan masyarakat, pemerintah daerah dan dunia usaha.
Kisah di balik keberadaan Lanudad Gatot Subroto yang kini resmi menjadi Bandar Udara (Bandara) Gatot Subroto menarik disimak sebagai warisan sejarah dari para tokoh dan pejuang bangsa untuk generasi muda penerus pembangunan.
Dari buku “Sejarah Daerah Lampung” terbitan Ditjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 1997 terungkap bahwa Lanud Gatot Subroto, yang pada zaman Jepang disebut Lapangan Terbang Way Tuba, sesungguhnya merupakan hasil kerja keras rakyat Lampung yang dijadikan romusha (buruh dengan sistem kerja paksa) oleh Jepang.
Keringat, darah dan air mata rakyat Lampung diperas oleh Jepang untuk membangun Lapangan Terbang Way Tuba, semata-mata untuk tujuan sebagai pos pertahanan udara Jepang dalam menghadapi Belanda.
Namun, setelah Perang Dunia II berakhir, lapangan terbang ini tak terawat dan sejarahnya pun dilupakan orang. Landasannya tertutup oleh semak belukar yang sangat rimbun, bahkan seolah sengaja ditutupi oleh batang-batang pohon yang tumbang dan padang ilalang, sehingga nyaris tak nampak sama sekali.
Kondisinya yang tertutup menjadi luput dari perhatian pemerintah, khususnya TNI. Keberadaan Lapangan Terbang Way Tuba baru terungkap pada tahun 1989, setelah ditemukan oleh Korem 043 Garuda Hitam di bawah pimpinan Danrem Kol. Inf. A.M. Hendropriyono, yang kelak di kemudian hari pensiun dengan pangkat Jenderal bintang empat dan dikenal sebagai tokoh intelijen nasional.
Kol. Inf. (Purn.) Sutomo, mantan Komandan Batalyon Infanteri 143/ Tri Wira Eka Jaya (Yonif 143/TWEJ) yang saat itu berpangkat Mayor mengisahkan, bahwa Kol. Inf. A.M. Hendropriyono sebagai Danrem 043/ GATAM pada September 1989 mengadakan kunjungan kerja ke Way Kanan.
Danrem membawa Danyon 143 TWEJ berkeliling meninjau sejumlah desa, antara lain Desa Gumuruh, Desa Way Tuba dan Desa Bumi Agung. Termasuk mengunjungi kediaman Mayjen TNI (Purn.) Musannif Ryacudu dan kediaman Mangku Bumi, kerabat Ryacudu. Danrem bersama rombongan sempat bermalam di kediaman Kepala Desa Bumi Agung.
Esoknya, ketika meninjau Koramil Bahuga dan desa-desa di wilayah teritorial Koramil Bahuga, rombongan Korem 043 Gatam di bawah komando Danrem Kol. Inf. A.M. Hendropriyono menemukan jejak landasan lapangan terbang peninggalan Jepang di Way Tuba.
Saat ditemukan, lapangan terbang tersebut dalam kondisi tertutup semak belukar dan batang-batang pohon yang tumbang. Lalu, prajurit Yonif 143/TWEJ di bawah pimpinan Mayor Sutomo bergotong-royong berhari-hari membersihkan dan membuka lapangan terbang itu.
Hingga Mayor Sutomo naik pangkat menjadi Letkol dan menjabat Komandan Kodim Lampung Utara, termasuk membawahi wilayah Way Kanan, ia masih bertanggungjawab untuk memelihara lapangan terbang Way Tuba.
“Bandara Gatot Subroto ini dulunya adalah airstrip bekas Jepang yang diketemukan pada 1989 oleh Danrem 043 Gatam Kol. Inf. A.M. Hendropriyono. Oleh beliau dicek ke Pangkalan Udara Astra Ksetra di Menggala, ternyata bukan milik TNI-AU. Kemudian dibersihkan sendiri oleh prajurit kita yang bekerja-bakti. Atas penemuan ini, Pak Hendropriyono selaku Danrem, kemudian menyerahkan lapter Way Tuba kepada TNI-AD melalui Pangdam Sriwijaya, sehingga kemudian oleh TNI-AD diperluas dan dijadikan sebagai pangkalan udara milik Angkatan Darat,” tutur Sutomo.
Mantan Dandenzibang 4/II Bandar Lampung Letkol. Czi. (Purn.) Ir. T. Purnomo menambahkan, tak lama setelah penemuan Lapangan Terbang Way Tuba, Kol. Inf. Hendropriyono selaku Danrem 043/Gatam mengajukan ijin lokasi untuk pembangunan Lapangan Terbang Way Tuba kepada Gubernur Lampung Pudjono Pranyoto.
Gubernur Pudjono Pranyoto kemudian menerbitkan izin lokasi pada tahun 1991. Pembangunan Lapangan Terbang Way Tuba berlangsung secara paralel, bersamaan dengan proses perijinan, dalam hal ini tahap awal dimulai dengan perluasan landasan pacu (runway).
Sebelum diresmikan pengoperasiannya sebagai Lanuad Gatot Subroto, uji coba pendaratan perdana di Lanuad Gatot Subroto dilakukan menggunakan pesawat C-130 Hercules TNI-AU. Setelah diresmikan, Lanud Gatot Subroto kerap didarati oleh Kepala Staf Angkatan Darat dan rombongan Staf Umum TNI-AD (SUAD) untuk keperluan latihan militer, yang tergabung dengan Pusat Latihan Pertempuran di Martapura.
Untuk memperkuat status tanah Lanudad Gatot Subroto, dilakukan proses pengukuran dan ganti rugi oleh tim di bawah koordinasi Mayjen TNI Aqlani Maza (Departemen Pertahanan) dan Mayjen TNI Kiswantara Partadiredja (Aslog Kasad) pada tahun 2004.
Mayjen TNI Kiswantara sejak menjabat sebagai Danyonzipur-2 sampai Kazidam-II/SWJ terlibat langsung dalam pembangunan Lanudad Gatot Subroto dan bahkan ikut menjadi penumpang pesawat Hercules TNI-AU pada saat uji coba pendaratan perdana di Lanudad Gatot Subroto.
“Airstrip eks Jepang sudah tidak dapat digunakan karena sudah berusia kurang kebih 45 tahun dan arah angin sudah berubah, sehingga landasan baru harus digeser 29 derajat ke kanan. Itu pun belum ideal. Karena keterbatasan lahan, landasan pacu tetap dibuat, dengan panjang landasan 2200 meter dan lebar 40 meter, over run di masing-masing ujung landasan 150 meter. Apron direncanakan mampu menampung 9 Hercules, daya angkut untuk satu Yonif. Namun karena keterbatasan anggaran, sampai saya selesai jadi Kazidam-II/SWJ apron hanya mampu menampung 2 Hercules,” jelas Mayjen TNI (Purn.) Kiswantara.
Dalam perkembangan selanjutnya, Lanudad Gatot Subroto dijadikan pangkalan Skuadron 12/Serbu di bawah kendali Pusat Penerbangan Angkatan Darat (Puspenerbad). Kini, Lanudad Gatot Subroto dioperasikan oleh pemerintah tak hanya untuk kepentingan pertahanan negara, lebih dari itu juga untuk kebutuhan transportasi masyarakat, pemerintah daerah dan dunia usaha.
Masyarakat Lampung, khususnya Kabupaten Way Kanan, bersyukur setelah Lanudad Gatot Subroto dikembangkan pemerintah menjadi Bandara Gatot Subroto, keberadaannya kian bermanfaat melancarkan kegiatan masyarakat, pemerintah daerah dan dunia usaha. Dampaknya memacu percepatan pembangunan daerah Kabupaten Way Kanan, khususnya, serta sejumlah kabupaten di perbatasan Provinsi Lampung dan Provinsi Sumatera Selatan. (Achmad Dzulfiqar/SP)
No comments:
Write commentSiapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.