Haji Agus Salim bersama Presiden RI pertama, Ir Soekarno |
Lama malang melintang di dunia jurnalistik, karier politik Agus Salim dimulai pada tahun 1915. Saat itu, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto.
INDEPHEDIA.com - Haji Agus Salim merupakan salah seorang jurnalis yang menguasai berbagai bahasa di dunia dan tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia.
Ia ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 27 Desember 1961 melalui Keppres Nomor 657 Tahun 1961.
Agus Salim --lahir dengan nama Masyhudul Haq (berarti "pembela kebenaran")-- di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober 1884.
Agus Salim putra dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab.
Ayahnya bekerja sebagai jaksa. Jabatan terakhir ayahnya adalah Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau.
Pendidikan dasar ditempuhnya di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa.
Selepas sekolah di ELS, ia melanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Ketika lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.
Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri.
Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana.
Pada periode inilah Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya.
Agus Salim terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu, ia diangkat menjadi Ketua Redaksi.
Agus Salim melepas masa lajangnya dengan menikahi Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak.
Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta.
Kemudian, ia mendirikan Suratkabar Fadjar Asia dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta.
Selain itu, dia juga membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO).
Bersamaan dengan berbagai aktivitasnya, Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat Islam.
Agus Salim menulis beberapa buku, seperti Riwayat Kedatangan Islam di Indonesia, Dari Hal Ilmu Quran dan Muhammad voor en na de Hijrah.
Kemudian, Gods Laatste Boodschap, Jejak Langkah Haji Agus Salim (Kumpulan karya Agus Salim yang dikompilasi koleganya, Oktober 1954).
Beberapa karya terjemahannya, antara lain Menjinakkan Perempuan Garang (dari The Taming of the Shrew karya Shakespeare).
Ada juga terjemahannya berjudul Cerita Mowgli Anak Didikan Rimba (dari The Jungle Book karya Rudyard Kipling) dan Sejarah Dunia (karya E. Molt).
Lama malang melintang di dunia jurnalistik --yang diawalinya bahkan sebelum dan di surat kabar---, karier politik Agus Salim dimulai pada tahun 1915.
Saat itu, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto.
Pada masa perjuangan kemerdekaan RI, Agus Salim pernah menjadi anggota Volksraad (1921-1924) dan anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945.
Selanjutnya, ia pernah menjadi Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947, Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947 dan Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949.
Di antara tahun 1946-1950, Haji Agus Salim laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man).
Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presidentil dan pada tahun 1950 sampai akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.
Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas, namun Haji Agus Salim dikenal masih menghormati batas-batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik.
Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku.
Bukunya itu berjudul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal.
Agus Salim meninggal dunia dalam usia 70 tahun pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Namanya kini diabadikan untuk stadion sepak bola di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. (TK.IN/**)
No comments:
Write commentSiapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.