Wisatawan mancanegara (Wisman) mengunjungi Candi Borobudur. |
MAGELANG, INDEPHEDIA.com - Pelestarian peninggalan purbakala, dukungan lingkungan alam yang lestari dan masyarakat sekitar sangat dibutuhkan dalam melestarikan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
"Tinggalan purbakala, lingkungan, dan masyarakat adalah tiga hal yang tidak terpisahkan," kata Kepala Balai Konservasi Borobudur (BKB), Tri Hartono, dalam keterangan tertulis di Magelang, terkait dengan peringatan Hari Warisan Dunia, Kamis (18/4/2019).
Dalam peringatan Hari Warisan Dunia 2019 dengan tema "Rural Landscapes" ini, kata dia, menjadi kesempatan penting berbagai pihak terkait untuk merenungkan tentang kolaborasi bagi pelestarian kompleks Candi Borobudur dengan kawasannya.
Konservasi bangunan Candi Borobudur, antara lain dilakukan Pemerintah Hindia Belanda pada 1907-1911 dan Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Unesco pada 1973-1983. Konservasi alam dan pengembangan sosial-budaya, direncanakan serta dilaksanakan dengan mengambil inspirasi dari kemegahan Borobudur dan candi-candi lainnya.
Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (Unesco) pada 1991 telah menetapkan Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon sebagai warisan dunia dengan nama Borobudur Temple Compounds.
Menurut Tri Hartono, ancaman utama dari situs itu pembangunan yang memengaruhi hubungan antara monumen dengan lansekap di sekitarnya, terutama karena penegakan regulasi tata ruang yang masih lemah. Selain itu, apabila kegiatan pariwisata tidak di kontrol dengan baik akan membawa efek negatif bagi bangunan cagar budaya serta kawasannya. (NW.IN/*)
No comments:
Write commentSiapapun boleh berkomentar, tetapi secara bijaksana dan bertanggung jawab. Biasakan berkomentar dengan nama yang jelas. Berkomentar dengan UNKNOWN atau SPAM akan dihapus. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu komentator seperti yang diatur dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun perundang-undangan yang berlaku.